Senin, 13 Oktober 2014


Warga sedang Menyantap Gandung Pengganti Nasi
KM.Salaja Kampo--Meski Indonesia menyatakan diri sebagai Negara merdeka, namun masih ada saja masyarakat yang hidup jauh dari kata merdeka. Berikut merupakan kilas aktivitas warga di Desa Karampi Kecamatan Langgudu. Mereka mengganti makanan pokok dari nasi dengan gandung, lantaran gagal panen akibat kemarau panjang.


Sedikitnya empat desa di kawasan pesisir pantai di Kecamatan Langgudu terpaksa mengonsumsi gandung. Empat desa tersebut, antara lain, Desa Karampi, Sarae Ruma, Waduruka dan Desa Pusu. Kondisi tersebut terjadi sejak tiga bulan belakangan ini karena terjadi gagal panen dan kemarau yang berkepanjangan melanda daerah tersebut. 
Dari keempat desa tersebut, warga Desa Karampi lah yang tergolong paling parah untuk tingkat konsumsinya. Terlebih di Dusun Nanga Ni’u, Soro Bali dan Mamba Na’e. Di tiga dusun tersebut, gandum malah sudah menjadi makanan pokok warga. Mereka mengonsumsi gandung sebanyak tiga kali sehari layaknya nasi.
Ironisnya, gandung yang merupakan umbi-umbian tersebut mengandung zat beracun. Meski mengetahui makanan tersebut beracun, namun warga tidak punya pilihan lain. Hal itu disebabkan karena makanan pokok berupa nasi, semakin sulit diperoleh warga. 
“Kondisi ini tidak lain karena kemarau panjang. Sehingga para petani mengalami gagal panen,” ungkap Subhan warga Desa Karampi.
Gandung atau yang biasa disebut warga Bima “lede” ini, merupakan makanan khas Bima. Khususnya di wilayah Karampi masih banyak ditemukan warga mengonsumsi makanan ini. Gandung biasanya dimakan dengan kelapa yang diparut ditambah dengan ikan laut. Seiring desakan kebutuhan hidup, makanan ini kini disulap menjadi makanan pokok pengganti nasi oleh warga setempat.
Akibat mengonsumsi gandung ini, tidak sedikit warga mengalami keracunan. Karena mengandung makanan berbahaya, terkadang warga mengalami keracunan usai mengonsumsi makanan tersebut. 
Bahkan, data yang dihimpun di Dusun Sorobali sendiri, terdapat lebih dari 20 orang yang keracunan akibat mengonsumsi makanan ini. “Sisanya, ada juga warga yang mengalami pusing dan mual seperti orang mabuk perjalanan,” kata pria 30 tahun ini.
Sementara itu, Kades Karampi, Rifdun mengaku, kondisi tersebut sudah sering dirasakan warga setempat. Terlebih umbi-umbian tersebut salah diracik atau hanya diramu sealakadarnya. Karena proses pembuatan hingga bisa diolah menjadi makanan tersebut membutuhkan waktu yang lama dan kelihaian. 
“Seperti melakukan penjemuran dan pencucian gandung, harus dilakukan minimal satu hari. Agar kadar racun yang terdapat dalam gandung berkurang dan bahkan hilang,” ujarnya.
Dijelaskannya, usai menjemur gadung yang sudah dikupas, kemudian dicuci selama berjam-jam di air laut. Setelah itu dijemur selama berhari-hari dan barulah bisa dimasak. “Kalau tahapan seperti itu sudah dilakukan, barulah bisa dimakan,” terangnya.
Warga berharap, pemerintah segera membuka mata dan membantu mereka agar tidak terus-terusan mengkonsumsi gandung. Warga sangat membutuhkan bantuan beras dan air bersih untuk memenuhi kebutuhan mereka setiap harinya. (SK.Edo)

0 komentar:

Posting Komentar