Senin, 02 Juni 2014

Ilustrasi
KM. Salaja Kampo---Hamzah, 42 tahun, merupakan satu diantara penumpang kapal pencari ikan di perairan gunung Sangiang. Sebelum meletus, kapal yang ditumpangi Hamzah besama 44 orang lainnya masih beraktivitas di sekitar lokasi. Bagaimana Hamzah Bisa lolos dari kapal tersebut? Berikut penuturannya.
Rusyadin KM. Salaja Kampo
 
Gunung Sangiang di Kecamatan Wera Kabupaten Bima meletus Jum’at (30/5) lalu, sekitar pukul 15.55 Wita. Letusan Gunung yang terletak di tengah laut tersebut membuat warga desa yang bermukim tidak jauh dari lokasi panik. Tak terkecuali sejumlah nelayan pencari ikan yang biasa mencari ikan di sekitar gunung tersebut.
 
Salah satunya nelayan asal pulau Jawa. 44 penumpang kapal tersebut hingga kemarin masih dinyatakan hilang pasca letusnya gunung Sangiang. Penumpang kapal yang didominasi oleh nelayan ini, berencana untuk mencari ikan di perairan Sangiang sehari sebelum meletus. 
 
Para penumpang kapal mengajak Hamzah yang merupakan warga Desa Sangiang untuk menemani mereka mencari ikan di sekitar Sangiang. Saat itu, Hamzah pun bertindak sebagai guide untuk menjelaskan sejarah Sangiang kepada 44 penumpang kapal tersebut.
 
Setelah berlayar selama sehari, Hamzah kemudian diminta agar keluar dari laut untuk membeli makanan. Dengan perahu dayung, Hamzah pun keluar untuk mencari bekal persiapan makanan. Namun, musibah letusnya gunung Sangiang terjadi setelah 30 menit Hamzah meninggalkan lokasi Sangiang.
 
“Saat Sangiang meletus saya masih berada di dalam laut menuju daratan untuk mencari makanan. Ya sekitar 30 menitlah saya meninggalkan kapal dan 44 penumpang yang saat itu tengah berada di radius 500 meter dari Sangiang,” urai Hamzah, ditemui Salaja Kampo di Desa Sangiang Kecamatan Wera, Sabtu (31/5) lalu.
 
Sesampai di daratan, komunikasi dengan para penumpang kapal yang masih berada di areal Sangiang pun tiba-tiba terputus. Kondisi tersebut membuat Hamzah khawatir dengan keselamatan sejumlah penumpang kapal yang baru dikenalnya.
 
“Goncangan air laut saat itu sangat kencang, beruntung saya sudah mau menepi di daratan. Seandainya masih di kapal, entah apa yang akan terjadi pada saya,” ratapnya.
 
Bapak dua anak ini pun langsung bersujud mengucap syukur setelah sampai di daratan. Seluruh badannya bergetar dan mulut pun tak kuasa berbicara. Dia membayangkan jika dirinya masih berada di kapal tersebut bersama sejumlah penumpang lain. “Saya schok,” katanya. 
 
Menurut Hamzah, sebelumnya tidak ada pemberitahuan dari instansi terkait tentang adanya peningkatan status Sangiang. Meski begitu, dia mengaku mendapatkan firasat buruk sebelum berangkat dengan nelayan asal Jawa tersebut.
 
“Sebelumnya ada firasat dan tanda-tanda kalau Sangiang akan meletus. Karena ada kegempaan selama dua hari berturut-turut. Tapi kan nggak ada pemberitahuan dari pemantau gunung Sangiang, sehingga kami tidak terlalu khawatir,” ujarnya. (SK. Edo)
 

0 komentar:

Posting Komentar