Kamis, 15 Mei 2014


Rini bersama teman sekolahnya
KM. Salaja Kampo---Rini, 16 tahun (Jongkok) saat pulang sekolah bersama rekannya menuju pasar Tente untuk melakukan rutinitas sebagai penjual sendal.

Keterbatasan fisik bukan penghalang bagi Rini, 16 tahun, untuk terus berjuang menuju masa depan yang baik. Di sela aktivitasnya menimba ilmu, siswa asal Desa Samili Kecamatan Woha ini memiliki semangat membara untuk berwirausaha. Berikut cuplikannya.
Edho Rusyadin Salaja Kampo.

Hari cukup cerah saat Salaja Kampo meliput aksi penutupan jalan oleh sejumlah supir Angdes di cabang Tente Kecamatan Woha. Ada yang beda dan menarik perhatian kala itu. Dibalik tumpukan Angdes yang terpakir di tengah ruas jalan, dari arah utara cabang Tente tampak seorang gadis perlahan bergerak mendekat.

Sepintas gadis yang mengenakan seragam sekolah itu sedang jogkok. Siswa tersebut rupanya tengah berjalan dengan sebelah telapak tangan sambil ngesot di atas trotoar jalan. Dia adalah Rini Putri Anggriani, siswa kelas 2 SMASLB Almuhlisin Woha.

Putri dari pasangan Aminah dan Muhtar ini sejak lahir sudah memiliki kaki yang pendek dan bengkok. Hanya dengan tangan kanannya, ia manfaatkan untuk membatu kakinya agar bisa berjalan. Meski penyandang Tuna Daksa, tidak membuat gadis tiga bersaudara ini hilang semangat.

Gadis yang ingin menjadi PNS ini memiliki semangat yang membara untuk bersekolah dan mengembangkan usahanya. Meski tubuhnya cacat, dia tetap mencari nafkah tanpa meninggalkan sekolahnya dan dibantu sang ibu.

Sepulang sekolah seperti biasa, Rini harus bergegas ke pasar Tente untuk berjualan sendal. Modal usaha tersebut diperoleh Rini saat berhasil menjuarai lomba Ngaji di beberapa tempat pada tingkat Kabupaten Bima.

Rini mengaku mengumpulkan uang tersebut untuk membangun usaha kecil-kecilan. Alanya Rini hanya menjual beberapa sendal jepit, namun seiring berputarnya waktu, usaha itupun perlahan berkembang. Hingga saat ini, Rini sudah bisa mengoleksi sendal-sendal berkelas seperti sendal berhag tinggi.

“Anda patut bersyukur dengan kesempurnaan yang diberikan Allah. Motivasi saya di tengah keterbatasan ini adalah bertekad untuk bisa membiayai hidup sendiri tanpa harus meminta-minta,” ujar Rini, Rabu (14/5) lalu.

Di tengah cacat dideritanya, Rini sempat terpukul, hatinya remuk. Namun ia berupaya bangkit, setelah melihat orang-orang sukses di layar televisi. Saat itulah ia ingin bangkit meraih cita-citanya.

“Kalau hanya duduk di rumah, sampai kapan saya harus tetap seperti itu. Sementara roda kehidupan terus berjalan, orangtua saya juga memiliki aktivitas lain menjalani kehidupannya,” terangnya.

Tekad ingin mengubah nasib sendiri tanpa mengharapkan belas kasihan orang lain memompa semangatnya untuk tetap berkreasi. Ia tidak ingin seperti kebanyakan orang-orang memanfaatkan kekurangannya untuk meminta belas kasihan orang lain.

“Saya harus bertanggung jawab dengan semua yang telah saya perbuat. Untuk itu, saya harus bangkit dari keterpurukan. Mungkin dengan usaha ini saya bisa mendapatkan biaya hidup hingga masa tua nanti,” pungkasnya. (SK.Edo)
 

0 komentar:

Posting Komentar