Siswa SMP Satap Desa Keli yang Mengikuti UN di SMPN 3 Woha |
KM. Salaja Kampo—Sedikitnya 50
orang siswa SMP Satap Desa Keli, rela bermalam di SMPN 3 Woha agar dapat mengikuti
ujian nasional. Hal ini dikarenakan jarak rumah dengan sekolah induk yang
relatif jauh dan minimnya transportasi umum.
Kondisi ini bukan
kali pertamanya dilakukan oleh para siswa Satap Desa Keli Kecamatan Woha ini. Sebelumnya
para siswa juga rela menginap di SMPN 3 Woha saat mengikuti UAS beberapa waktu
lalu.
Ironisnya, kondisi
tersebut sudah dilakoni pihak sekolah selama 12 tahun terakhir. Terhitung dari
Juni 2002 lalu saat pemekaran sekolah tersebut menjadi sekolah satu atap
(satap). Para siswa ini mengaku terpaksa menginap di
SMPN 3 Woha sebagai tempat mereka mereka untuk mengikuti UN. Lantaran takut terlambat mengikuti ujian nasional di pagi harinya.
Siswa yang menginap
di sekolah ini memanfaatkan waktu dengan belajar dan berdoa bersama-sama.
Mereka berpisah dengan orangtua demi menempa diri menghadapi ujian nasional.
Usai mengikuti UN, para siswa ini dibawakan makanan oleh orang tuanya
masing-masing hingga sore hari.
Amrin, seorang siswa
mengaku hal tersebut sudah menjadi tekad mereka. “Disini kami bisa belajar
bersama dan menghindari gangguan yang bisa merusak konsentrasi belajar. Selain
itu, supaya tidak terlambat saat mengikuti UN,” ujarnya, Selasa (6/5).
Lokasi rumah siswa
dan sekolah tempat mengikuti UN diperkirakan mencapai 11 kilometer. Disamping
itu, minimnya transportasi umum memaksa para siswa untuk menginap di sekolah. Para
siswa tersebut memanfaatkan ruang kelas sebagai ruang belajar dan tidur
dengan alas tidur karpet dan matras.
Aktivitas dan
bimbingan belajar dari para siswa yang menginap juga dipantau oleh para guru.
Sebelum melakukan kegiatan belajar, biasanya mereka melakukan shalat berjamaah
dan mengaji di mushola sekolah. Selanjutnya mempelajari soal ujian bersama
teman.
Mereka juga
mendapat bimbingan dan latihan ujian dari guru untuk mempersiapkan materi
pelajaran yang akan diujikan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari hari, pihak
sekolah menyediakan ruangan untuk menginap dan untuk kebutuhan makanana, orang
tua siswa yang akan membakan langsung.
Sementara itu Guru pembimbing
SMP Satap Desa Keli Adnan S.Pd mengeluhkan kondisi tersebut. Kata dia, selama puluhan tahun
menjalani UN seperti ini, namun belum ada respon dari pemerintah daerah. “Kami
berharap agar pemda memperhatikan kondisi kami dan menyetujui anggaran
pembangunan USB (Unit Sekolah Baru) untuk sekolah kami (SMPN 7 Bima, red),” imbuhnya.
Kata dia, anggaran
untuk pembangunan tersebut sudah ada dari bantuan dana hibah Australia tahun
ini. Namun dia mengaku belum tahu pasti kapan pembangunan itu akan dilaksanakan.
“Kabarnya sih bantuan
itu sudah ada, dan juga sudah disurvey lokasinya. Semoga sekolah kami cepat
dibangun agar siswa tidak numpang di sekolah lain baik dalam hal belajar maupun
UN seperti ini,” harapnya.
Sementara itu kepala
SMPN 3 Woha Drs Chairunnas M.Pd mengatakan, dalam menjaga efektifnya KBM,
sekolah tersebut perlu memiliki USB. Kata dia, keberadaan USB juga akan
berdampak pada hasil pembelajaran siswa.
“Siswa ini merupakan
siswa kelas jauh dan sudah 12 tahun berdiri. Hampir setiap tahun mereka menginap
disini jika UN tiba. Saat belajar, mereka numpang di SDN Inpres Keli karena
tidak ada USB,” tandas kasek. (SK.Opk)
0 komentar:
Posting Komentar