Selasa, 06 Mei 2014

Siswa SMP Satap Desa Keli yang Mengikuti UN di SMPN 3 Woha
KM. Salaja Kampo—Sedikitnya 50 orang siswa SMP Satap Desa Keli, rela bermalam di SMPN 3 Woha agar dapat mengikuti ujian nasional. Hal ini dikarenakan jarak rumah dengan sekolah induk yang relatif  jauh dan minimnya transportasi umum.
 
Kondisi ini bukan kali pertamanya dilakukan oleh para siswa Satap Desa Keli Kecamatan Woha ini. Sebelumnya para siswa juga rela menginap di SMPN 3 Woha saat mengikuti UAS beberapa waktu lalu. 
 
Ironisnya, kondisi tersebut sudah dilakoni pihak sekolah selama 12 tahun terakhir. Terhitung dari Juni 2002 lalu saat pemekaran sekolah tersebut menjadi sekolah satu atap (satap). Para siswa ini mengaku terpaksa menginap di SMPN 3 Woha sebagai tempat mereka mereka untuk mengikuti UN. Lantaran takut terlambat mengikuti ujian nasional di pagi harinya.
 
Siswa yang menginap di sekolah ini memanfaatkan waktu dengan belajar dan berdoa bersama-sama. Mereka berpisah dengan orangtua demi menempa diri menghadapi ujian nasional. Usai mengikuti UN, para siswa ini dibawakan makanan oleh orang tuanya masing-masing hingga sore hari.
 
Amrin, seorang siswa mengaku hal tersebut sudah menjadi tekad mereka. “Disini kami bisa belajar bersama dan menghindari gangguan yang bisa merusak konsentrasi belajar. Selain itu, supaya tidak terlambat saat mengikuti UN,” ujarnya, Selasa (6/5).
 
Lokasi rumah siswa dan sekolah tempat mengikuti UN diperkirakan mencapai 11 kilometer. Disamping itu, minimnya transportasi umum memaksa para siswa untuk menginap di sekolah. Para siswa tersebut memanfaatkan ruang kelas sebagai  ruang belajar dan tidur dengan alas tidur karpet dan matras. 
 
Aktivitas dan bimbingan belajar dari para siswa yang menginap juga dipantau oleh para guru. Sebelum melakukan kegiatan belajar, biasanya mereka melakukan shalat berjamaah dan mengaji di mushola sekolah. Selanjutnya mempelajari soal ujian bersama teman. 
 
Mereka juga mendapat bimbingan dan latihan ujian dari guru untuk mempersiapkan materi pelajaran yang akan diujikan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari hari, pihak sekolah menyediakan ruangan untuk menginap dan untuk kebutuhan makanana, orang tua siswa yang akan membakan langsung.
 
Sementara itu Guru pembimbing SMP Satap Desa Keli Adnan S.Pd mengeluhkan kondisi tersebut. Kata dia, selama puluhan tahun menjalani UN seperti ini, namun belum ada respon dari pemerintah daerah. “Kami berharap agar pemda memperhatikan kondisi kami dan menyetujui anggaran pembangunan USB (Unit Sekolah Baru) untuk sekolah kami (SMPN 7 Bima, red),” imbuhnya.
 
Kata dia, anggaran untuk pembangunan tersebut sudah ada dari bantuan dana hibah Australia tahun ini. Namun dia mengaku belum tahu pasti kapan pembangunan itu akan dilaksanakan. 
 
“Kabarnya sih bantuan itu sudah ada, dan juga sudah disurvey lokasinya. Semoga sekolah kami cepat dibangun agar siswa tidak numpang di sekolah lain baik dalam hal belajar maupun UN seperti ini,” harapnya.
 
Sementara itu kepala SMPN 3 Woha Drs Chairunnas M.Pd mengatakan, dalam menjaga efektifnya KBM, sekolah tersebut perlu memiliki USB. Kata dia, keberadaan USB juga akan berdampak pada hasil pembelajaran siswa. 
 
“Siswa ini merupakan siswa kelas jauh dan sudah 12 tahun berdiri. Hampir setiap tahun mereka menginap disini jika UN tiba. Saat belajar, mereka numpang di SDN Inpres Keli karena tidak ada USB,” tandas kasek. (SK.Opk)

0 komentar:

Posting Komentar