Senin, 24 Maret 2014

Rusli dan Kakanya Aisyah
KM. Salaja Kampo---Rusli, 35 tahun Warga Desa Cenggu Kecamatan Belo merupakan salah satu diantara sekian banyak pengusaha batu bata merah yang ada di wilayah perbatasan Desa Runggu dan Desa Cenggu. Usaha pembuatan batu bata merah yang ia tekuni bersama kakaknya itu, sudah berlangsung sejak tahun 2005 silam. 
 
Selama tujuh tahun menjadi pengusaha batu bata, Rusli tidak pernah merasa lelah untuk menghidupi keluarganya. Anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD), merupakan penyuntik se
mangat baginya untuk banting tulang mencari nafkah, dengan harapan bisa  menyekolahkan anak semata wayangnya tersebut.
 
Usaha pembuatan batu bata itu diakui Rusli memerlukan waktu yang lama dan tenaga yang ekstra. Bahkan, ia tidak bisa tidur saat proses pembakaran bata itu berlangsung. “Selama proses pembakaran bata yang memakan waktu 10 hari itu, saya tidak pernah tidur kalau malamnya. Karena harus memperhatikan dan memantau api yang besar dan bisa saja mati mendadak,” akunya saat ditemui Salaja Kampo, Senin (24/3).
 
Dikatakannya, hal terberat yang dialami, saat hujan tiba-tiba datang pada saat ia melakukan proses pembakaran bata. Hal tersebut dirasakan Rusli pada Kamis (20/3) dini hari kemarin saat hujan yang tiba-tiba datang. Apalagi, lanjutnya, bata miliknya baru saja dibakar 8 jam sebelum hujan turun. Sehingga membuatnya resah dan bekerja keras untuk bisa menyelamatkan batu bata miliknya. 
 
“Hujan yang turun tadi malam (Kamis dini hari, red) membuat saya kewalahan untuk mencari cara agar bisa menyelamatkan bata yang baru saja saya bakar itu,” keluhnya. Untuk mengamankan bata yang baru dibakar pada Rabu sore sekitar pukul 17.00 Wita itu, ia menggunakan jerami dan tarpal untuk melapisi bata tersebut.
 
Bagi Rusli, hujan memerupakan momok menakutkan saat proses pembakaran batu bata berlangsung. Kata dia, hujan dapat mempengaruhi jumlah bata yang akan dibakar. “Tahun ini, baru kali ini saya membakar bata, selama ini dipengaruhi oleh cuaca yang tidak menentu. Sehingga proses pembakaran ditunda terus,” ujarnya.
 
Rusli tidaklah sendiri, kakaknya Aisyah 35 tahun selalu ada membantunya di saat ia butuhkan. Baik tenaga maupun biaya modal untuk Rusli pun ditalangi oleh kakaknya. Dalam sekali proses pembakaran bata, Rusli hampir mengocek kantong sebanyak Rp. 3 juta. Itupun hanya 1000 biji bata yang ia bakar. “Untuk pembelian kayu dua truk sebesar Rp. 1.400 ribu, belum lagi pembelian 100 karung kulit padi sebesar Rp. 700 ribu dan ditambah operasional seperti sewa tanah, sudah hampir 3 juta biaya yang dikeluarkan,” sebut Rusli.(SK.Edo)

0 komentar:

Posting Komentar