Sabtu, 15 Februari 2014

Turaya bersama Sang Cucu
“Kasih ibu sepanjang jalan” pepatah itulah yang dijalankan oleh Turaya, 55 tahun warga Desa Runggu Kecamatan Belo. Demi membesarkan cucu kesayangannya yang sudah yatim piatu, dia rela berjalan keliling dua kecamatan untuk berjualan obat tradisional. Seperti Apa Kisahnya? Berikut catatan Edho Rusyadin, Salaja Kampo.


Sore hari selepas shalat Ashar Turaya berangkat dari rumahnya untuk menjajakan ramuan jamu tradisioanal racikannya sendiri. Dari rumah ke rumah, desa ke desa, bahkan hingga antar kecamatan dia lalui. Dengan membawa bakulan, janda paruh baya ini berjalan kaki sejauh belasan kilometer. 

Sepulang dari berjualan, kadang dia sering naik ojek karena sudah agak malam. Tak ada yang bisa dia andalkan selain berjualan ramuan tradisonal ini. Turaya tidak memiliki penghasilan tetap, apalagi memiliki ladang untuk bertanam. Hidup dalam kondisi serba kekurangan, memaksa Turaya terus berjalan menjajakan ramuan jamu tradisional yang ia jual. Ironisnya, warga RT. 03 yang tinggal di gubuk tua ini tidak pernah mendapat bantuan pemerintah. Baik bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) maupun bantuan untuk penjual bakulan. 

 Meski begitu, ibu yang dikaruniai enam orang anak ini tidak putus asa dalam mencari nafkah. Terlebih ketika sang cucu, Fadillah yang sudah masuk di bangku taman kanak-kanak ini membutuhkan biaya sekolah. Turaya membesarkan cucunya sejak orangtua Fadillah meninggal dua tahun silam. Sementara menantunya (Ayah Fadillah) sudah lama meninggalkan mereka tanpa kabar. Kondisi tersebut memaksa Turaya untuk membesarkan sendiri Fadillah.

 “Beginilah beratnya jadi orang tua dalam membesarkan anak-anak,” ujar Turaya. Dengan berbekal bakulan yang penuh ramuan tradisional, ia susuri gang-gang sempit pedesaan sambil menawarkan jamu kejang-kejang dan berbagai jenis jamu lainnya. Harga yang ia tawarkan cukup merakyat, hanya Rp 500 hingga Rp 1000 per gelasnya. Selain murah dan berkhasiat, ramuan buatan Turaya banyak diminati pelanggan yang selalu menanti kedatangannya.

 “Namanya berdagang kadang habis juga kadang tidak. Namun kalau dihitung banyak habisnya ketimbang masihnya. Jika dagangan ada sisa yang di bawa pulang, saya berikan kepada para tetangga,” tambahnya. Ia mengaku bersyukur bisa mencari nafkan dengan berjualan keliling tersebut. Meski tidak untung banyak, namun pengahasilannya bisa menutupi kekurangan dan kebutuhan sang cucu. Saat berjualan, Turaya menitipkan cucunya ke para tetangga. 

Kadang juga sesekali ia mengajak sang cucu untuk berjualan bersamanya menelusuri setapak jalan. “Kalau dia (Cucu, red) nangis pengen ikut berjualan, pasti saya ajak. Tapi kasihan juga lihat dia ikut jalan kaki, sehingga sayapun menggendongnya,” urainya. 

Sementara itu H. Ahmad Muhlis salah seorang pelanggan di Desa Nata Kecamatan Palibelo mengaku, ramuan ibu Turaya sangat bermanfaat. Terlebih saat dia merasa rematiknya kambuh dan tubuh kejang-kejang, ramuan Turaya sangat dirasakan khasiatnya. “Ramuan ibu Turaya cepat bereaksi dan membantu saya ketika penyakit saya kambuh,” ujarnya. (SK.OPK)

0 komentar:

Posting Komentar